Jumat, 22 Juni 2012


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

AUTISME & HIPERAKTIF

TAHUN 2012




DI SUSUN OLEH :

Kelompok 7
                      1.Athia azka fadhilah                      4.Kurnirson
                        2.Fitri santi lova                               5.Ristia Ningsih
                        3.Ruwis                                          
                       
Pembimbing    : Nopianti, S.kep

Akademi Keperawatan Aisyiyah Palembang
Tahun Akademik 2011/2012


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kelompok 7 dapat menyelesaikan Asuhan keperawatan ini. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Di antara tujuan kelompok 7 adalah untuk memberikan informasi asuhan keperawatan tentang anak autisme dan hiperaktif. Dasar penulisan dilakukan untuk memenuhi tugas asuhan keperawatan Pengantar Studi kesehatan.
Dalam penyelesaian asuhan keperawatan kelompok 7 ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu pembimbing dan semua pihak yang telah membantu Kami.
Akhirnya, kelompok 7 menyadari bahwa Asuhan keperawatan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kelompok 7 mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Asuhan keperawatan  ini.


Palembang, 21 Juni 2012



Kelompok 7





DAFTAR ISI

Halaman judul.................................................................................                           i
Kata pengantar................................................................................                          ii
Daftar isi.........................................................................................                         iii
BAB I ASKEP AUTISME
1. Definisi ....................................................................                          1
2. Anatomi dan fisiologi...............................................                          2
3. Etiologi.....................................................................                          2
4. Manifestasi Klinik.....................................................                          3
5. Patofisiologi..............................................................                          4
6. Patoflow...................................................................                          4
7. Komplikasi................................................................                          6
8. Pemeriksaan diagnostik............................................                        10
9. Penatalaksanaan........................................................                        12
 2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan                                                        
1. Pengkajian.................................................................                        13
2. Diagnosa keperawatan .............................................                        14
3. Intrervensi keperawatan............................................                        14
BAB II ASKEP HIPERAKTIF        
1. Definisi ....................................................................                        15
2. Anatomi dan fisiologi...............................................                        15
3. Etiologi.....................................................................                        16
4. Manifestasi Klinik.....................................................                        17
5. Patofisiologi..............................................................                        19
6. Patoflow...................................................................                        10
7. Komplikasi................................................................                        11
8. Pemeriksaan diagnostik............................................                        11
9. Penatalaksanaan........................................................                        20
 2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan                                                        
1. Pengkajian.................................................................                        21
2. Diagnosa keperawatan .............................................                        22
3. Intervensi keperawatan.............................................                        25











BAB I
ASUHAN KEPERAWATAN AUTISME
1.1  Difinisi
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305)
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305)
Menurut Isaac, A (2005) autisme merupakan gangguan perkembangan pervasive dengan masalah awal tiga area perkembangan utama yaitu perilaku, interaksi sosial dan komunikasi. Gangguan ini dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas. Autisme adalah kelainan yang mempunyai dampak besar terhadap kehidupan penderita, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kadang keadaan ini membuat kebingungan dan sangat menyakitkan hati orang tua penderita. Definisi Autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang menyebabkan kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncul sebelum anak berusia 3 tahun (Teramihardja, J, 2007).
1.2. Anatomi dan fisiologi
Sistem saraf adalah sistem organ pada hewan yang terdiri atas sel neuron yang mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ, membentuk atau menghentikan masukan dari indra, dan mengaktifkan aksi. Komponen utama dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel neuroglia, neuron memainkan peranan penting dalam koordinasi.
Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.



Neuron
Neuron atau sel saraf yaitu merupakan sel yang terpanjang yang dimilki oleh tubuh manusia dan bertugas untuk menerima dan menghantarkan impuls ke tempat yang dituju. Selain itu juga sel neuron mempunyai kemampuan untuk menanggapi impuls yang mengenainya untuk disampaikan pada efektor.
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson.
Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek
Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier , yang berfungsi mempercepat penghantaran impuls
Nodus Ranvier adalah bagian atau titik pada akson yang tidak terbungkus selubung mielin. Nodus Ranvier memiliki diameter sekitar 1 mikrometer. Nodus Ranvier ditemukan oleh Louis-Antoine Ranvier. Selubung mielinberfungsi sebagai pelindung akson dan membungkusnya, namun selubung ini tidak membungkus secara keseluruhan, dan yang tidak terbungkus merupakan Nodus Ranvier.
Selubung Mielin adalah lapisan phospholipid yang mengelilingi akson pada banyak neuron. Sel Schwann mengsuplai mielin untuk neuron periferal, dimana oligodendrosit mengsuplai ke sistem saraf pusat. Mielin merupakan karakteristik dari vertebrata (gnathostome), tetapi juga diangkat oleh evolusi pararel beberapa invertebrata. Mielin ditemukan oleh Louis-Antoine Ranvier pada tahun 1878
1.3. Etiologi
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).
Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1.        Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak
2.        Keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
3.        Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak trpenuhi karena faktor ekonomi
Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri karena zat – zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat – zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.
1.4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi,bertingkalaku dan tingkat perkembanganya yakni yang terdapat pada penderita autism dengan membedakan usia anak.Tanda dan gejala dapat dilihat sejak bayi dan harus diwaspadai:
Ø  Usia o-6 bulan:
ü  Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
ü  Terlalu sensitive,cepat terganggu/terusik
ü  Tidak ditemukan senyum social diatas 10 minggu
ü  Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
ü  Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal

Ø  Usia 6-12 bulan:
ü  Bayi tampak terlalu tenang
ü  Terlalu sensitive
ü  Sulit di gendong
ü  Tidak ditemukan senyum sosial
ü  Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
Ø  Usia 1-2 tahun:
ü  Kaku bila di gendong
ü  Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba,da...da)
ü  Tidak mengeluarkan kata
ü  Tidak tertarik pada boneka
ü  Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar dan halus
Ø  Usia 2-3 tahun:
ü  Tidak bias bicara
ü  Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan orang lain (teman sebaya)
ü  Hiperaktif
ü  Kontak mata kurang
Ø  Usia 3-5 tahun:
ü  Sering didapatkan ekolalia (membeo)
ü  Mengeluarkan suara yang aneh(nada tinggi ataupun datar)
ü  Marah bila rutinitasyang seharus berubah
ü  Menyakiti diri sendiri (membentur kepala)

1.5. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.

1.6. Patoflow
1.7. Komplikasi
1.8. Pemeriksaan diagnostik
Ø  Neutrologis
Ø  Test neupsikologis
Ø  Test pendengaran
Ø  MRI(Magnetic resonance imaging)
Ø  EEG(elektro encepalogram)
Ø  Pemeriksaan darah.
Ø  Pemeriksaan urine.

1.9. Penatalaksanaan
A. Medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2).
Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri.
Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi.
B. Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
·         Mengurangi masalah perilaku.
Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan agresif.
·         Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
·         Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan                                                                     
2.1. Pengkajian
            Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
  • Tidak suka dipegang
  • Rutinitas yang berulang
  • Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
  • Terpaku pada benda mati
  • Sulit berbahasa dan berbicara
  • 50% diantaranya mengalami retardasi mental
  • Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang lain
  • Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain
  • Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain
  • Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain
  • Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan ketidakmatangan stuktur gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampun untuk menamai benda-benda, ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak, tidak adanya ekspresi nonverbal seperti kontak mata, sifat responsif pada wajah, gerak isyarat.
2.2. Diagnosa keperawatan
  • Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan:
1. Tugas-tugas perkembangan yang tidak terselesaikan dari rasa percaya terhadap rasa tidak percaya
2. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
3. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu, fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberkulosa sclerosis, anoksia selama kelahiran dan sindroma fragilis X
4. Deprivasi ibu
5. Stimulasi sensosrik yang tidak sesuai
6. Sejarah perilaku-perilaku mutilatif/melukai diri sebagai respons terhadap ansietas yang meningkat
7. Ketidakacuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang histeris terhadap perubahan-perubahan pada lingkungan
  • Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan:
1. Gangguan konsep diri
2. Tidak adanya orang terdekat
3. Tugas perkembangan tidak terselsaikan dari percaya versus tidak percaya
4. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
5. Deprivasi ibu
6. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
  • Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
1. Ketidakmampuan untuk mempercayai
2. Penarikan diri dari diri
3. Perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
4. Deprivasi ibu
5. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai
  • Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan:
1. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan
2. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya
3. Deprivasi ihu
4. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai



2.3. Intrervensi keperawatan
1.      Resiko terhadap mutilasi diri
Tujuan: Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative (misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap kecemasan dengan criteria hasil:
1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi
1. Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri
·Rasional: Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan anak)
2. Kaji dan tentukan penyebab perilaku – perilaku mutilatif sebagai respon terhadap kecemasan
·Rasional : pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara /alternative pemecahan yang tepat
3. Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik – narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris
·Rasional : Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera

4. Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat
·Rasional : Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya dengan pasien
5. Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu – waktu mening-katnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi
·Rasional  alam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilaku-perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman
2.      Kerusakan interaksi sosial
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
o    Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
o    Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain
o    Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi
o    Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk meningkatkan keper-cayaan
§  Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan kepercayaan
o    Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami distress
§  Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak merasa distres
o    Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya
§  Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya
o    Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksi-interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman , dan pelukan
§  Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa
o    Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya
§  Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya dapat memberikan rasa aman
3.      Kerusakan komunikasi verbal
Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang telah ditentukan dengan kriteria hasil:
o    Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain
o    Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal
o    Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain
Intervensi
o    Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi anak
§  Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien
o    Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola komunikasi terbentuk
§  Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan asertif
o    Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan kode pola komunikasi ( misalnya :” Apakah anda bermaksud untuk mengatakan bahwa…..?” )
§  Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan yang diterima, menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya”
o    Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
§  Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan hormat kepada seseorang
4.      Gangguan Indentitas Pribadi
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil:
o    Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain
o    Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya)
Intervensi:
o    Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
§  Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data kepercayaan
o    Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
§  Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
o    Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya
§  Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain
o    Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk
§  Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu ancaman oleh pasien
o    Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-gambar dari anak
§  Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan gambaran diri pada anak secara tepat









BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HIPERAKTIF
2.1  Definisi
                Hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang menetap pada seorang anak yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak sekendak hatinya)
Gangguan hiperaktivitas atau kurang konsentrasi adalah perilaku yang ditandai dengan kurang konsentrasi, sifat impulsif dan hiperaktivitas.
Gangguan hiperaktivitas diistilahkan sebagai gangguan kakurangan perhatian yang menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat pada anak-anak yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperkinesis, kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal.

2.2  Anatomi dan fisiologi
2.3  Etiologi
Pandangan-pandangan serta pendapat-pendapat mengenai realitas daripada gangguan ini masih berbeda-beda serta saling dipertentangkan satu sama lainnya, beberapa pandangan mengenai penyebab hiperaktif adalah sebagai berikut :
·   Adanya kerusakan kecil di dalam neurokimia atau neurologi susunan sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan
·   Adanya temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak, epilepsi. Dapat juga gangguan dikepala seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau kepala pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi makanan.
·   Sindrom tersebut di duga disebabkan  oleh faktor genetic, pembuahan ataupun racun, bahaya-bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas ataupun immaturitas, maupun ruda paksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
·   Anak hiperaktif biasanya disebabkan dari sikap orang tua yang membesarkan mereka, jika orang tua memakai teknik pengurusan yang tidak efektif, tidak konsisten atau dirumah kurang ada disiplin yang semestinya, seringkali anak berperilaku berlebihan.
2.4  Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat dilihat pada anak hiperaktif adalah sebagai berikut :
·       Identifikasi awal anak hiperaktif umumnya terjadi pada anak usia taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Para guru mereka akan melaporkan bahwa anak tersebut tidak dapat dikendalikan, tidak dapat duduk diam, memasuki ruangan-ruangan serta mengganggu kegiatan anak-anak yang lain, suka ribut dan tidak mempunyai perhatian, tidak bersedia mengikuti petunjuk atau perintah yang diberikan, seolah-olah tidak mendengar, tidak mau belajar dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat dimasa lalu serta tidak memberikan tanggapan terhadap peraturan yang ada.
·       Ukuran obyektif tidak memperlihatkan bahwa anak yang terkena gangguan ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan anak-anak control yang normal, tetapi gerakan-gerakan yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta mereka selalu resah dan gelisah.
·       Mereka mempunyai rentang perhatian yang pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsif dan mereka cenderung untuk bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan mereka tersebut.
·       Mereka mempunyai toleransi yang rendah terhadap perasaan frustasi dan secara emosional suasana hatinya sangat labil, beberapa menit terlihat gembira, mendadak marah-marah dan ngambek serta  mudah terangsang, perhatiannya gampang teralihkan, tidak tahan fustasi, dan kurang dapat mengontrol diri
·       Suasana perasaan hati mereka cenderung untuk bersifat netral atau bertentangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi secara sosial mereka bersikap kaku, bersifat permusuhan dan negatif..
·       Mempunyai gambaran mengenai diri mereka sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali mengalami depresi.
·       Mengalami kegagalan dalam akademik dan kadang perkembangan motorik dan bahasanya juga terlambat.seperti : ketidakmampuan belajar membaca, matematika, mengeja serta tulis tangan. Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit daripada yang sesungguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.
·       Apa yang dilakukan tidak satu pun diselesaikan, anak cepat sekali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.
·       Gejala lainnya, adalah tidak mampu mengontrol gerakan, tidak bisa duduk tenang, bergoyang-goyang, atau merosot hingga terjatuh dari tempat duduk dan sepertinya tidak kenal lelah, seakan energinya digerakan oleh  mesin, kalau anak lain diam karena capek sehabis berlarian, ia paling cuma minum lalu bergerak lagi.
            Sedangkan menurut Betz, Cecily, 1996 dalam buku Ilmu Keperawatan Anak, terdapat dua macam gejala hiperaktif, yakni gejala kurang konsentrasi dan gejala hiperaktivitas impulsif, adalah sebagai berikut :
1.    Gejala kurang konsentrasi meliputi :
·       Gagal memberi perhatian secara penuh pada hal-hal yang mendetail atau membuat kesalahan sembrono dalam tugas-tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya.
·       Sering mengalami kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.
·       Sering tampak tidak mendengarkan bila di ajak bicara langsung.
·       Sering tidak mentaati instruksi dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumah,tugas atau pekerkaan ditempat kerja (bukan karena sikap menentang atau karena tidak mengerti intruksi)
·       Sering mengalami kesulitan dalam mengatur tugas-tugas aktivitas
·       Sering menghindar, tidak menyukai atau enggan terlibat dalam tugas-tugas yang memerlukan usaha mental terus-menerus (seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
·       Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas atau aktivitas (misal : mainan, tugas sekolah, pensil,  buku, atau alat-alat sekolah )
·       Sering mudah terdistraksi oleh stimulus luar.
·       Pelupa dalam aktivitas sehari-hari.
1.    Gejala Hiperaktivitas impulsive, meliputi :
·  Tangan dan kaki sering tidak bisa diam karena gelisah atau menggeliat di tempat duduk.
·  Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau dalam situasi lain atau dalam situasi lain yang seharusnya tidak diperkenankan.
·   Sering berlarian atau memanjat berlebihan pada situasi yang tidak semestinya.
·  Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam aktivitas dalam waktu senggang dengan tenang.
·  Seing tampak repot atau sering seperti diburu-buru.
·  Bicara sering berlebihan.
·  Sering menjawab pertanyaan tanpa pikir sebelum pertanyaan belum selesai,
·  Sering tidak sabar menunggu giliran.
·  Sering menginterupsi atau mengganggu orang lain (memotong percakapan atau permainan orang lain)
2.5  Patofisiologi
Tidak ada bukti yang meyakinkan tentang suatu mekanisme patofisiologi ataupun ganguan biokimiawi. Anak pria yang hiperaktif, yang berusia antara 6-9 tahun serta yang mempunyai IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan-pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah di dalam susunan saraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan, sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi, potensial-potensial yang dibangkitkan secara auditorik serta sifat penghantaran kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, maka angka-angka laoratorik menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru mereka memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.
2.6  Patoflow



2.7 Komplikasi
1.         Diagnosis sekunder sampai gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2.         Pencapaian akademik kurang, gagal disekolah, sulit membaca dan mengejakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi)
3.         Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif dan kata-kata yang diungkapkan)
2.7  Pemeriksaan diagnostik
            Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis gangguan hiperaktif. Anak yang mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang lambat yang bertambah banyak pada elektroensefalogram (EEG). Suatu EEG yang dianalisis oleh komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang ketidakmampuan belajar pada anak.
Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi anak-anak dengan gangguan ini.
·  Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
·  daftar periksa gangguan (ex: Copeland symptom checklist for attention. Defisit Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)
·   Wechsler Intelligence Scale for Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering digunakan, sering terlihat kesulitan meniru rancangan.
2.9 Penatalaksanaan
Ø  Keperawatan
·         Pengobatan serta perawatan yang harus dilaksanakan pada anak yang mengalami gangguan hiperaktif ditujukan kepada keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, suatu penjelasan yang terang mengenai keadaan anak tersebut haruslah diberikan kepada kedua orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.
·         Anak tersebut hendaklah mempunyai aturan yang berjalan secara teratur menurut jadwal yang sudah ditetapkan dan mengikuti kegiatan rutinnya itu, dan sebaiknya selalu diberikan kata-kata pujian.
·         Perangsangan yang berlebihan serta keletihan yang sangat hebat haruslah dihindarakan, anak tersebut akan mempunyai saat-saat santai setelah bermain  terutama sekali setelah ia melakukan kegiatan fisik yang kuat dan keras
·         Periode sebelum pergi tidur haruslah merupakan masa tenang, dengan cara menghindarkan acara-acara televisi yang merangsang, permainan-permainan yang keras dan jungkir balik.
·         Lingkungan di sekitar tempat tidur sebaiknya diatur sedemikian rupa, barang-barang yang membahayakan dan mudah pecah dihindarkan.
·         Tehnik-tehnik perbaikan aktif yang lebih formal akan dapat membantu, dengan memberikan hadiah kepada anak tersebut berupa bintang atau tanda sehingga mereka dapat mencapai kemajuan dalam tingkah laku mereka.

Ø  Medis
·         Farmakoterapi kerap kali diberikan kepada anak-anak yang mengalami gangguan hiperaktif. Farmakologi yang sering digunakan adalah dekstroamfetaminmetilfenidat, magnesium pemolin serta fenotiazin. obat tersebut mempunyai pengaruh-pengaruh sampingan yang lebih sedikit. Cara bekerja obat tersebut mungkin sekali adalah dengan mengadakan modifikasi di dalam gangguan-gangguan fundamental pada rentang perhatian, konsentrasi serta impulsivitas. Oleh karena respon yang akan mereka berikan terhadap pengobatan tidak dapat diramalkan sebelumnya, maka biasanya diperlukan suatu masa percobaan klinik, mungkin akan dibutuhkan waktu 2-3 minggu dengan pemberian pengobatan setiap hari untuk menentukan apakah akan terdapat pengaruh obat itu atau tidak.
  • akan tetapi berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis.pada awalnya mereka diberikan 5 mg pada saat makan pagi serta pada waktu makan siang. Jika tidak ada respon yang diberikan maka dosis di naikan dengan 2,5 mg dengan selang waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak yang berusia 8-9 tahun dosis yang efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia lebuh lanjut akan memerlukan dosis sampai 40 mg/jam. Pengaruh obat ini akan berlangsung selama 2-4 hari. Biasanya anak akan bersifat rewel dan menangis. Jika pemakaian obat ini sudah berlangsung lama dan dosis yang diberikan lebih dari 20 mg/jam rata-rata mereka akan mengalami pengurangan 5 cm dari tinggi yang diharapkan.
  • Dekstroamfetamin : dapat diberikan dalam bentuk yang dilepaskan (show released) secara sedikit demi sedikit. Dosis awalnya adalah 10 mg dengan masa kerja selama 8-18 jam sehingga penderita hanya membutuhkan satu dosis saja setiap hari, pada waktu sarapan pagi. Dosisnya dalah kira sebesar setengah dosis metilfenidat, berkisar antara 10-20 mg/jam
  • Magnesium pemolin : dianjurkan untuk memberikan dosis awal sebesar 18,75 mg, untuk selanjutnya dinaikan dengan setengah tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu selama 3-4 minggu untuk menetapkan keefektifan obat tersebut. Efek samping dari obat tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi hati, kegugupan serta kejutan otot yang meningkat.
  • Fenotiazin : dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang bersangkutan, efek samping : perasaan mengantuk, iritabilitas serta distonia.
Secara umum efek samping dari pemakaian obat-obatan tersebut diatas adalah anoreksia dan penurunan berat badan,  nyeri perut bagian atas serta sukar tidur, anak akan mudah menangis serta peka terhadap celaan ataupun hukuman, detak jantung yang meningkat serta penekanan pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian maka pengurangan dosis atau penghentian pengguanaan obat-obatan perlu dihentikan.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan                                                                     
2.1. Pengkajian
1.      Kaji riwayat keluarga melalui wawancara atau genogram
·         Tanyakan kepada orang tua mengenai riwayat kesehatan anak terdahulu, apakah anak pernah mengalami trauma ( cedera atau jatuh), bagaimana dengan proses kelahirannya, tanyakan tentang asupan nutrisi yang di berikan kepada anak.
·         Tanyakan kepada orang tua/keluarga apakah ada anggota keluarga lain yang menderita gangguan pusat perhatian atau gangguan mental yang lain.
2.      Kaji riwayat perilaku anak
·         Tanyakan kepada orang tua anak mengenai aktivitas anaknya ; apakah gesit, aktif, banyak menuntut, mempunyai tanggapan-tanggapan yang mendalam dan kuat, apakah mengalami kesulitan dalam hal makan dan tidur.
·         Tanyakan kepada orang tua apakah pertumbuhan dan perkembangan anaknya normal seperti : berdiri, berjalan, berbicara dan kemampuan kognitif lainnya  sesuai dengan tingkat usianya.
·         Kaji riwayat perkembangan anak serta laporan guru mereka tentang permasalahan-permasalahan akademis serta tingkah laku  didalam kelas.
3.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak dengan gangguan hiperaktif mencakup
·                 Rambut yang halus
·                 Telinga yang salah bentuk
·                 Lipatan-lipatan epikantus
·                 Langit-langit yang melengkung tinggi serta
·                 Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
·                 Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.

2.2. Diagnosa keperawatan
1.   Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
2.   Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
3.   Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
4.   Resiko cedera berhubungan dengan psikologis (orientasi tidak efektif)
5.   Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan. penyakit mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
2.3. Intrervensi keperawatan  
1.   Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
kriteria hasil :
1.      Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi social
2.      Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social (misalnya: kedekatan, kerja sama, sensitivitas dan sebagainya).
3.      Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain
Indicator skala :
1. Tidak ada                               4. Banyak
2. Terbatas                                  5. Luas
3. Sedang
Intervensi :
1.      Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain
2.      Anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghargai hak orang lain.
3.      Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.
4.      Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
5.      Berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.

2.   Perubahan proses pikir berhubungan dengan gangguan kepribadian.
Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh terhadap obyek atau benda- benda disekitarnya
Kriteria Hasil :
1.        Menunjukan proses pikir yang logis, terorganisasi.
2.        Tidak mudah terganggu / focus terhadap sesuatu
3.        Berespon dengan baik terhadap stimulus.
Indikator skala :
1. Tidak pernah                          4. Sering
2. Jarang                                     5. Konsisten
3. Kadang-kadang
Intervensi :
1.      Berikan pada anak yang membutuhkan ketrampilan dan perhatian
2.      Kurangi stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan orang/bebda-benda disekitarnya.
3.      Berikan umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai.
4.      Bantu anak untuk mengidentifikasikan benda-benda disekitarnya seperti, memberikan permainan-permainan yang dapat merangsang pusat konsentrasi.
5.      Kolaborasi medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan gangguan pusat konsentrasi.

3.   Resiko perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
Tujuan : Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko yang terjadi  terhadap anak dengan hiperaktivitas.
Kriteria Hasil :
1.      Mempunyai harapan peran orang tua yang realistis
2.      Mengidentifikasi factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah menjadi orang tua yang tidak efektif.
3.      Mengungkapkan dengan kata-kata sifat positif dari anak.
Indikator skala :
1. Tidak sama sekali                   4. Kuat
2. sedikit                                    5. Adekuat total
3. Sedang
Intervensi :
1.      Berikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengatasi perilaku anak yang hiperaktif.
2.      Ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting perkembangan normal dan perilaku anak.
3.      Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku anak yang positif.
4.      Bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam lingkungan rumah yang dapat menurunkan perilaku negative anak.