ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
AUTISME &
HIPERAKTIF
TAHUN
2012
DI SUSUN OLEH :
Kelompok 7
1.Athia
azka fadhilah 4.Kurnirson
2.Fitri
santi lova 5.Ristia Ningsih
3.Ruwis
Pembimbing : Nopianti,
S.kep
Akademi Keperawatan Aisyiyah Palembang
Tahun Akademik 2011/2012
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya.
Sehingga kelompok 7 dapat menyelesaikan Asuhan keperawatan ini. Shalawat serta salam tetap
tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Di antara tujuan kelompok 7 adalah untuk memberikan informasi asuhan keperawatan
tentang anak
autisme dan hiperaktif. Dasar
penulisan dilakukan untuk memenuhi tugas asuhan keperawatan Pengantar Studi
kesehatan.
Dalam penyelesaian asuhan keperawatan kelompok 7 ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu pembimbing dan
semua
pihak yang telah membantu Kami.
Akhirnya, kelompok 7 menyadari bahwa Asuhan keperawatan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kelompok 7 mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan Asuhan keperawatan
ini.
Palembang, 21
Juni 2012
Kelompok 7
DAFTAR ISI
Halaman judul................................................................................. i
Kata pengantar................................................................................ ii
Daftar isi......................................................................................... iii
BAB I ASKEP AUTISME
1.
Definisi .................................................................... 1
2. Anatomi dan fisiologi............................................... 2
3. Etiologi..................................................................... 2
4.
Manifestasi Klinik..................................................... 3
5. Patofisiologi.............................................................. 4
6. Patoflow................................................................... 4
7. Komplikasi................................................................ 6
8. Pemeriksaan diagnostik............................................ 10
9. Penatalaksanaan........................................................ 12
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian................................................................. 13
2. Diagnosa keperawatan ............................................. 14
3. Intrervensi keperawatan............................................ 14
BAB II ASKEP HIPERAKTIF
1.
Definisi .................................................................... 15
2. Anatomi dan fisiologi............................................... 15
3. Etiologi..................................................................... 16
4.
Manifestasi Klinik..................................................... 17
5. Patofisiologi.............................................................. 19
6. Patoflow................................................................... 10
7. Komplikasi................................................................ 11
8. Pemeriksaan diagnostik............................................ 11
9. Penatalaksanaan........................................................ 20
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian................................................................. 21
2. Diagnosa keperawatan ............................................. 22
3. Intervensi keperawatan............................................. 25
BAB I
ASUHAN KEPERAWATAN AUTISME
1.1 Difinisi
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang
melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30
bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik
dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305)
Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri
dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat
tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305)
Menurut Isaac, A (2005) autisme merupakan gangguan
perkembangan pervasive dengan masalah awal tiga area perkembangan utama yaitu
perilaku, interaksi sosial dan komunikasi. Gangguan ini dicirikan dengan
gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan
minat yang terbatas. Autisme adalah kelainan yang mempunyai dampak besar
terhadap kehidupan penderita, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kadang
keadaan ini membuat kebingungan dan sangat menyakitkan hati orang tua
penderita. Definisi Autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang menyebabkan
kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi, minat yang terbatas,
perilaku tidak wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncul
sebelum anak berusia 3 tahun (Teramihardja, J, 2007).
1.2. Anatomi dan fisiologi
Sistem saraf adalah sistem organ pada hewan
yang terdiri atas sel neuron yang mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ,
membentuk atau menghentikan masukan dari indra, dan mengaktifkan aksi. Komponen
utama dalam sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel neuroglia,
neuron memainkan peranan penting dalam koordinasi.
Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Sistem saraf pada vertebrata secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Neuron
Neuron atau sel saraf yaitu merupakan sel yang terpanjang yang dimilki oleh tubuh manusia dan bertugas untuk menerima dan menghantarkan impuls ke tempat yang dituju. Selain itu juga sel neuron mempunyai kemampuan untuk menanggapi impuls yang mengenainya untuk disampaikan pada efektor.
Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di
dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam
serabut saraf, yaitu dendrit dan akson.
Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek
Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf, sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang. Sebaliknya, dendrit pendek
Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal
satu dendrit. Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson
terdapat lapisan lemak disebut mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang
menempel pada akson. Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak
di seluruh serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma.
Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson
yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier , yang berfungsi mempercepat
penghantaran impuls
Nodus Ranvier adalah bagian atau titik pada
akson yang tidak terbungkus selubung mielin. Nodus Ranvier memiliki diameter
sekitar 1 mikrometer. Nodus Ranvier ditemukan oleh Louis-Antoine Ranvier.
Selubung mielinberfungsi sebagai pelindung akson dan membungkusnya, namun
selubung ini tidak membungkus secara keseluruhan, dan yang tidak terbungkus
merupakan Nodus Ranvier.
Selubung Mielin adalah lapisan phospholipid
yang mengelilingi akson pada banyak neuron. Sel Schwann mengsuplai mielin untuk
neuron periferal, dimana oligodendrosit mengsuplai ke sistem saraf pusat.
Mielin merupakan karakteristik dari vertebrata (gnathostome), tetapi juga
diangkat oleh evolusi pararel beberapa invertebrata. Mielin ditemukan oleh
Louis-Antoine Ranvier pada tahun 1878
1.3. Etiologi
Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak
diketahui dan hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini
penelitian mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme
mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist
ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti
pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan
pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi
yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia
lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan
imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus
(Suriviana, 2005).
Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive
autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:
1.
Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan
abnormalitas pertumbuhan sel – sel saraf dan sel otak
2.
Keracunan logam berat seperti mercury yang banyak
terdapat dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang
sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada
penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah
hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
3.
Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang
diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi
karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak trpenuhi karena faktor
ekonomi
Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan
perkembangan tubuhnya sendiri karena zat – zat yang bermanfaat justru
dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap
virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan
oleh tubuh penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat – zat penting dalam
tubuh dan menghancurkannya.
1.4.
Manifestasi Klinik
Tanda dan
gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama mengamati perilaku
anak dalam berkomunikasi,bertingkalaku dan tingkat perkembanganya yakni yang
terdapat pada penderita autism dengan membedakan usia anak.Tanda dan gejala
dapat dilihat sejak bayi dan harus diwaspadai:
Ø Usia o-6
bulan:
ü Bayi tampak terlalu tenang (jarang
menangis)
ü Terlalu sensitive,cepat
terganggu/terusik
ü Tidak ditemukan senyum social diatas
10 minggu
ü Tidak ada kontak mata diatas umur 3
bulan
ü Perkembangan motorik kasar/halus
sering tampak normal
Ø Usia 6-12
bulan:
ü Bayi tampak terlalu tenang
ü Terlalu sensitive
ü Sulit di gendong
ü Tidak ditemukan senyum sosial
ü Menggigit tangan dan badan orang
lain secara berlebihan
Ø Usia 1-2
tahun:
ü Kaku bila di gendong
ü Tidak mau bermain permainan
sederhana (ciluk ba,da...da)
ü Tidak mengeluarkan kata
ü Tidak tertarik pada boneka
ü Terdapat keterlambatan dalam
perkembangan motorik kasar dan halus
Ø Usia 2-3
tahun:
ü Tidak bias bicara
ü Tidak tertarik untuk bersosialisasi
dengan orang lain (teman sebaya)
ü Hiperaktif
ü Kontak mata kurang
Ø Usia 3-5 tahun:
ü Sering didapatkan ekolalia (membeo)
ü Mengeluarkan suara yang aneh(nada
tinggi ataupun datar)
ü Marah bila rutinitasyang seharus
berubah
ü Menyakiti diri sendiri (membentur
kepala)
1.5. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan
serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima
impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna
kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian
otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai
tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai
pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia
sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan
sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang
dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas.
Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari
lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan
akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan
menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi
yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir,
diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide)
yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan
sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel
saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik
terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan
pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel
Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di
otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang
pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan
mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya,
pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas,
peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan
kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer
atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah
berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau
obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak
normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar
sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada
otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi
atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak
besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar
yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian
samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan
amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku
pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya.
Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial
monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan
hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan
gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak
antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti
zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan
otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri,
infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.
1.6. Patoflow
1.7. Komplikasi
1.8. Pemeriksaan diagnostik
Ø Neutrologis
Ø Test neupsikologis
Ø Test pendengaran
Ø MRI(Magnetic resonance imaging)
Ø EEG(elektro encepalogram)
Ø Pemeriksaan darah.
Ø Pemeriksaan urine.
1.9. Penatalaksanaan
A.
Medis
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang
autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau
penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai
kadar serotonin tinggi dalam darah.
Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada
anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak
demikian pada penyandang autis.
Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan
atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik
seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri,
agresivitas dan gangguan tidur.
Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap
sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik
generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap
reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2).
Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor
dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan
tingkah laku menyakiti diri sendiri.
Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara
luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan
bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons
sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi,
iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan
sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang
melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian
Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan
interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku
yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik,
sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan
integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara,
intervensi keluarga, dan sebagainya.
Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang
bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi
itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi
(kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan
terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.
Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang
autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang
dewasa yang mandiri dan berprestasi.
B.
Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme
bertujuan untuk:
·
Mengurangi
masalah perilaku.
Terapi
perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran
berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan agresif.
·
Meningkatkan
kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
Latihan dan
pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu dukungan
positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
·
Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.
Mengembangkan
ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis
2.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.1. Pengkajian
Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan
perkembangan pervasive menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara
lain:
- Tidak
suka dipegang
- Rutinitas
yang berulang
- Tangan
digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
- Terpaku
pada benda mati
- Sulit
berbahasa dan berbicara
- 50%
diantaranya mengalami retardasi mental
- Ketidakmampuan
untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang
lain
- Tingkat
ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain
- Ketidakmampuan
untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain
- Mengulangi
kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau
gerakkan-gerakkan mimik orang lain
- Penolakan
atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan ketidakmatangan stuktur
gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampun untuk menamai
benda-benda, ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak,
tidak adanya ekspresi nonverbal seperti kontak mata, sifat responsif pada
wajah, gerak isyarat.
2.2. Diagnosa keperawatan
- Risiko tinggi terhadap mutilasi
diri berhubungan dengan:
1. Tugas-tugas perkembangan
yang tidak terselesaikan dari rasa percaya terhadap rasa tidak percaya
2. Fiksasi pada fase
prasimbiotik dari perkembangan
3. Perubahan-perubahan
patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik
tertentu seperti rubella pada ibu, fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis,
tuberkulosa sclerosis, anoksia selama kelahiran dan sindroma fragilis X
4. Deprivasi ibu
5. Stimulasi sensosrik yang
tidak sesuai
6. Sejarah perilaku-perilaku
mutilatif/melukai diri sebagai respons terhadap ansietas yang meningkat
7. Ketidakacuhan yang nyata
terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang histeris terhadap
perubahan-perubahan pada lingkungan
- Kerusakan interaksi sosial
berhubungan dengan:
1. Gangguan konsep diri
2. Tidak adanya orang terdekat
3. Tugas perkembangan tidak
terselsaikan dari percaya versus tidak percaya
4. Perubahan-perubahan
patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik
tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis,
tuberous sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
5. Deprivasi ibu
6. Stimulasi sensorik yang
tidak sesuai
- Kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan:
1. Ketidakmampuan untuk
mempercayai
2. Penarikan diri dari diri
3. Perubahan patofisiologis
yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti
rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous
sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X)
4. Deprivasi ibu
5. Stimulasi sensorik yang
tidak sesuai
- Gangguan identitas diri/pribadi
berhubungan dengan:
1. Fiksasi pada fase
prasimbiotik dari perkembangan
2. Tugas-tugas tidak
terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya
3. Deprivasi ihu
4. Stimulasi sensorik yang
tidak sesuai
2.3. Intrervensi keperawatan
1. Resiko terhadap mutilasi diri
Tujuan:
Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative (misalnya memulai
interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap kecemasan dengan
criteria hasil:
1. Rasa gelisah dipertahankan
pada tingkat anak merasa tidak memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri
2. Pasien memulai interaksi
antara diri dan perawat apabila merasa cemas
Intervensi
1. Jamin keselamatan anak
dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif untuk mencegah perilaku
merusak diri
·Rasional: Perawat bertanggun jawab
untuk menjamin keselamatan anak)
2. Kaji dan tentukan penyebab
perilaku – perilaku mutilatif sebagai respon terhadap kecemasan
·Rasional : pengkajian kemungkinan
penyebab dapat memilih cara /alternative pemecahan yang tepat
3. Pakaikan helm pada anak
untuk menghindari trauma saat anak memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk
mencegah menarik – narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah
luka pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris
·Rasional : Untuk menjaga
bagian-bagian vital dari cidera
4. Untuk membentuk kepercayaan
satu anak dirawat oleh satu perawat
·Rasional : Untuk dapat bisa lebih
menjalin hubungan saling percaya dengan pasien
5. Tawarkan pada anak untuk
menemani selama waktu – waktu mening-katnya kecemasan agar tidak terjadi
mutilasi
·Rasional alam upaya untuk
menurunkan kebutuhan pada perilaku-perilaku mutilasi diri dan memberikan rasa
aman
2. Kerusakan interaksi sosial
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata
dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil:
o
Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
o
Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada
wajah dan perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang
lain
o
Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan
orang lain
Intervensi
o
Jalin hubungan satu – satu dengan anak untuk
meningkatkan keper-cayaan
§ Rasional :
Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan
kepercayaan
o
Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan
kesukaan, selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar
anak tidak mengalami distress
§ Rasional :
Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak merasa
distres
o
Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan
kebersediaan ketika anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasarnya
untuk meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya
§ Rasional:
Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan mempertahankan
hubungan saling percaya
o
Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan
interaksi-interaksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata,
perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman , dan pelukan
§ Rasional :
Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang gencar pada
pasien yang tidak terbiasa
o
Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang
berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya
§ Rasional
:Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya dapat
memberikan rasa aman
3. Kerusakan
komunikasi verbal
Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan
ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang telah
ditentukan dengan kriteria hasil:
o
Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti
oleh orang lain
o
Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan
pengungkapan verbal
o
Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal
dengan orang lain
Intervensi
o
Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami
tindakan-tindakan dan komunikasi anak
§ Rasional:
Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami tindakan-tindakan
dan komunikasi pasien
o
Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai
kepuasan pola komunikasi terbentuk
§ Rasional :
Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan anak sehingga anak
akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan asertif
o
Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi
untuk menguraikan kode pola komunikasi ( misalnya :” Apakah anda bermaksud
untuk mengatakan bahwa…..?” )
§ Rasional:
Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan yang diterima,
menjelaskan pengertian-pengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati
untuk tidak “berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya”
o
Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk
menyampaikan ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh
§ Rasional:
Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan hormat kepada
seseorang
4. Gangguan
Indentitas Pribadi
Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan
bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk
mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan
kriteria hasil:
o
Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari
tubuhnya dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain
o
Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri
dari lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi kata-kata yang di
dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya)
Intervensi:
o
Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak
§ Rasional :
Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data kepercayaan
o
Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah
selama kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan
§ Rasional :
Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda terhadap diri sebagai
sesuatu yang terpisah dari orang lain
o
Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan
bagian-bagian tubuhnya
§ Rasional :
Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak terhadap diri sebagai
sesuatu yang terpisah dari orang lain
o
Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap,
menggunakan sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan
perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk
§ Rasional:
Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu ancaman oleh pasien
o
Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian
dari batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta
gambar-gambar dari anak
§ Rasional:
Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan gambaran diri pada anak
secara tepat
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HIPERAKTIF
2.1 Definisi
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku yang
menetap pada seorang anak yang ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa
berkonsentrasi dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif.
Hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang
yang menunjukan sikap tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian
dan impulsif (bertindak sekendak hatinya)
Gangguan hiperaktivitas atau kurang konsentrasi adalah perilaku yang ditandai dengan kurang konsentrasi, sifat
impulsif dan hiperaktivitas.
Gangguan hiperaktivitas diistilahkan sebagai gangguan
kakurangan perhatian yang menandakan gangguan-gangguan sentral yang terdapat
pada anak-anak yang sampai saat ini dicap sebagai menderita hiperkinesis,
kerusakan otak minimal atau disfungsi serebral minimal.
2.2 Anatomi dan fisiologi
2.3 Etiologi
Pandangan-pandangan serta
pendapat-pendapat mengenai realitas daripada gangguan ini masih berbeda-beda
serta saling dipertentangkan satu sama lainnya, beberapa pandangan mengenai
penyebab hiperaktif adalah sebagai berikut :
·
Adanya
kerusakan kecil di dalam neurokimia atau neurologi susunan sistem saraf pusat
dan otak sehingga rentang konsentrasi menjadi sangat pendek dan sulit
dikendalikan
·
Adanya
temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak, epilepsi. Dapat juga
gangguan dikepala seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit
atau kepala pernah terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi
makanan.
·
Sindrom
tersebut di duga disebabkan oleh faktor genetic, pembuahan ataupun racun,
bahaya-bahaya yang diakibatkan terjadinya prematuritas ataupun immaturitas,
maupun ruda paksa, anoksia atau penyulit kelahiran lainnya.
·
Anak hiperaktif
biasanya disebabkan dari sikap orang tua yang membesarkan mereka, jika orang
tua memakai teknik pengurusan yang tidak efektif, tidak konsisten atau dirumah
kurang ada disiplin yang semestinya, seringkali anak berperilaku berlebihan.
2.4 Manifestasi
Klinik
Manifestasi klinik yang dapat dilihat
pada anak hiperaktif adalah sebagai berikut :
·
Identifikasi awal anak hiperaktif
umumnya terjadi pada anak usia taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Para guru
mereka akan melaporkan bahwa anak tersebut tidak dapat dikendalikan, tidak
dapat duduk diam, memasuki ruangan-ruangan serta mengganggu kegiatan anak-anak
yang lain, suka ribut dan tidak mempunyai perhatian, tidak bersedia mengikuti
petunjuk atau perintah yang diberikan, seolah-olah tidak mendengar, tidak mau
belajar dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat dimasa lalu serta tidak
memberikan tanggapan terhadap peraturan yang ada.
·
Ukuran obyektif tidak memperlihatkan
bahwa anak yang terkena gangguan ini memperlihatkan aktivitas fisik yang lebih
banyak, jika dibandingkan dengan anak-anak control yang normal, tetapi
gerakan-gerakan yang mereka lakukan kelihatan lebih kurang bertujuan serta
mereka selalu resah dan gelisah.
·
Mereka mempunyai rentang perhatian yang
pendek, mudah dialihkan serta bersifat impulsif dan mereka cenderung untuk
bertindak tanpa mempertimbangkan atau merenungkan akibat tindakan mereka
tersebut.
·
Mereka mempunyai toleransi yang rendah
terhadap perasaan frustasi dan secara emosional suasana hatinya sangat labil,
beberapa menit terlihat gembira, mendadak marah-marah dan ngambek serta
mudah terangsang, perhatiannya gampang teralihkan, tidak tahan fustasi, dan
kurang dapat mengontrol diri
·
Suasana perasaan hati mereka cenderung
untuk bersifat netral atau bertentangan, mereka kerap kali berkelompok, tetapi
secara sosial mereka bersikap kaku, bersifat permusuhan dan negatif..
·
Mempunyai gambaran mengenai diri mereka
sendiri yang buruk serta mempunyai rasa harga diri yang rendah dan kerap kali
mengalami depresi.
·
Mengalami kegagalan dalam akademik dan
kadang perkembangan motorik dan bahasanya juga terlambat.seperti :
ketidakmampuan belajar membaca, matematika, mengeja serta tulis tangan.
Prestasi akademik mereka dapat tertinggal 1-2 tahun dan lebih sedikit daripada
yang sesungguhnya diharapkan dari kecerdasan mereka yang diukur.
·
Apa yang dilakukan tidak satu pun
diselesaikan, anak cepat sekali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.
·
Gejala lainnya, adalah tidak mampu
mengontrol gerakan, tidak bisa duduk tenang, bergoyang-goyang, atau merosot
hingga terjatuh dari tempat duduk dan sepertinya tidak kenal lelah, seakan
energinya digerakan oleh mesin, kalau anak lain diam karena capek sehabis
berlarian, ia paling cuma minum lalu bergerak lagi.
Sedangkan
menurut Betz, Cecily, 1996 dalam buku Ilmu Keperawatan Anak, terdapat dua macam
gejala hiperaktif, yakni gejala kurang konsentrasi dan gejala hiperaktivitas impulsif,
adalah sebagai berikut :
1. Gejala kurang konsentrasi meliputi :
·
Gagal memberi perhatian secara penuh
pada hal-hal yang mendetail atau membuat kesalahan sembrono dalam tugas-tugas
sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya.
·
Sering mengalami kesulitan dalam
memfokuskan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.
·
Sering tampak tidak mendengarkan bila di
ajak bicara langsung.
·
Sering tidak mentaati instruksi dan
tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumah,tugas atau pekerkaan ditempat kerja
(bukan karena sikap menentang atau karena tidak mengerti intruksi)
·
Sering mengalami kesulitan dalam
mengatur tugas-tugas aktivitas
·
Sering menghindar, tidak menyukai atau
enggan terlibat dalam tugas-tugas yang memerlukan usaha mental terus-menerus
(seperti pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah).
·
Sering kehilangan barang-barang yang
diperlukan untuk mengerjakan tugas atau aktivitas (misal : mainan, tugas
sekolah, pensil, buku, atau alat-alat sekolah )
·
Sering mudah terdistraksi oleh stimulus
luar.
·
Pelupa dalam aktivitas sehari-hari.
1. Gejala Hiperaktivitas impulsive, meliputi :
·
Tangan dan kaki sering tidak bisa diam
karena gelisah atau menggeliat di tempat duduk.
·
Sering meninggalkan tempat duduk di
kelas atau dalam situasi lain atau dalam situasi lain yang seharusnya tidak diperkenankan.
·
Sering berlarian atau memanjat
berlebihan pada situasi yang tidak semestinya.
·
Sering mengalami kesulitan dalam bermain
atau terlibat dalam aktivitas dalam waktu senggang dengan tenang.
·
Seing tampak repot atau sering seperti
diburu-buru.
·
Bicara sering berlebihan.
·
Sering menjawab pertanyaan tanpa pikir
sebelum pertanyaan belum selesai,
·
Sering tidak sabar menunggu giliran.
·
Sering menginterupsi atau mengganggu
orang lain (memotong percakapan atau permainan orang lain)
2.5 Patofisiologi
Tidak ada bukti yang
meyakinkan tentang suatu mekanisme patofisiologi ataupun ganguan biokimiawi.
Anak pria yang hiperaktif, yang berusia antara 6-9 tahun serta yang mempunyai
IQ yang sedang, yang telah memberikan tanggapan yang baik terhadap
pengobatan-pengobatan stimulan, memperlihatkan derajat perangsangan yang rendah
di dalam susunan saraf pusat mereka, sebelum pengobatan tersebut dilaksanakan,
sebagaimana yang berhasil diukur dengan mempergunakan elektroensefalografi,
potensial-potensial yang dibangkitkan secara auditorik serta sifat penghantaran
kulit. Anak pria ini mempunyai skor tinggi untuk kegelisahan, mudahnya
perhatian mereka dialihkan, lingkup perhatian mereka yang buruk serta
impulsivitas. Dengan 3 minggu pengobatan serta perawatan, maka angka-angka laoratorik
menjadi lebih mendekati normal serta penilaian yang diberikan oleh para guru
mereka memperlihatkan tingkah laku yang lebih baik.
2.6 Patoflow
2.7
Komplikasi
1.
Diagnosis sekunder sampai gangguan
konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2.
Pencapaian akademik kurang, gagal
disekolah, sulit membaca dan mengejakan aritmatika (sering kali akibat
abnormalitas konsentrasi)
3.
Hubungan dengan teman sebaya buruk
(sering kali akibat perilaku agresif dan kata-kata yang diungkapkan)
2.7 Pemeriksaan diagnostik
Tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang akan dapat menegakan diagnosis gangguan hiperaktif. Anak yang
mengalami hiperaktivitas dilaporkan memperlihatkan jumlah gelombang lambat yang
bertambah banyak pada elektroensefalogram (EEG). Suatu EEG yang dianalisis oleh
komputer akan dapat membantu di dalam melakukan penilaian tentang
ketidakmampuan belajar pada anak.
Alat-alat berikut ini dapat untuk mengidentifikasi
anak-anak dengan gangguan ini.
·
Bebas dari distraksibilitas (aritmatika, rentang anka, dan pengkodean)
·
daftar periksa gangguan (ex: Copeland symptom checklist for attention.
Defisit Disorders, attention Deficit Disorders Evaluation Scale)
·
Wechsler Intelligence Scale for
Children, edisi 3 (WISC_III) juga sering digunakan, sering terlihat kesulitan
meniru rancangan.
2.9
Penatalaksanaan
Ø Keperawatan
·
Pengobatan serta perawatan yang harus
dilaksanakan pada anak yang mengalami gangguan hiperaktif ditujukan kepada
keadaan sosial lingkungan rumah dan ruangan kelas penderita serta kepada
kebutuhan-kebutuhan akademik dan psikososial anak yang bersangkutan, suatu
penjelasan yang terang mengenai keadaan anak tersebut haruslah diberikan kepada
kedua orang tuanya dan kepada anak itu sendiri.
·
Anak tersebut hendaklah mempunyai aturan
yang berjalan secara teratur menurut jadwal yang sudah ditetapkan dan mengikuti
kegiatan rutinnya itu, dan sebaiknya selalu diberikan kata-kata pujian.
·
Perangsangan yang berlebihan serta
keletihan yang sangat hebat haruslah dihindarakan, anak tersebut akan mempunyai
saat-saat santai setelah bermain terutama sekali setelah ia melakukan
kegiatan fisik yang kuat dan keras
·
Periode sebelum pergi tidur haruslah
merupakan masa tenang, dengan cara menghindarkan acara-acara televisi yang
merangsang, permainan-permainan yang keras dan jungkir balik.
·
Lingkungan di sekitar tempat tidur
sebaiknya diatur sedemikian rupa, barang-barang yang membahayakan dan mudah
pecah dihindarkan.
·
Tehnik-tehnik perbaikan aktif yang lebih
formal akan dapat membantu, dengan memberikan hadiah kepada anak tersebut
berupa bintang atau tanda sehingga mereka dapat mencapai kemajuan dalam tingkah
laku mereka.
Ø Medis
·
Farmakoterapi kerap kali diberikan
kepada anak-anak yang mengalami gangguan hiperaktif. Farmakologi yang sering
digunakan adalah dekstroamfetamin, metilfenidat, magnesium
pemolin serta fenotiazin. obat tersebut mempunyai pengaruh-pengaruh sampingan
yang lebih sedikit. Cara bekerja obat tersebut mungkin sekali adalah dengan
mengadakan modifikasi di dalam gangguan-gangguan fundamental pada rentang
perhatian, konsentrasi serta impulsivitas. Oleh karena respon yang akan mereka
berikan terhadap pengobatan tidak dapat diramalkan sebelumnya, maka biasanya
diperlukan suatu masa percobaan klinik, mungkin akan dibutuhkan waktu 2-3
minggu dengan pemberian pengobatan setiap hari untuk menentukan apakah akan
terdapat pengaruh obat itu atau tidak.
- akan
tetapi berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis.pada awalnya mereka
diberikan 5 mg pada saat makan pagi serta pada waktu makan siang. Jika
tidak ada respon yang diberikan maka dosis di naikan dengan 2,5 mg dengan
selang waktu 3-5 hari. Bagi anak-anak yang berusia 8-9 tahun dosis yang
efektif adalah 15-20 mg/24 jam. Sementara itu anak yang berusia lebuh
lanjut akan memerlukan dosis sampai 40 mg/jam. Pengaruh obat ini akan
berlangsung selama 2-4 hari. Biasanya anak akan bersifat rewel dan
menangis. Jika pemakaian obat ini sudah berlangsung lama dan dosis yang
diberikan lebih dari 20 mg/jam rata-rata mereka akan mengalami pengurangan
5 cm dari tinggi yang diharapkan.
- Dekstroamfetamin
: dapat diberikan dalam bentuk yang dilepaskan (show released) secara
sedikit demi sedikit. Dosis awalnya adalah 10 mg dengan masa kerja selama
8-18 jam sehingga penderita hanya membutuhkan satu dosis saja setiap hari,
pada waktu sarapan pagi. Dosisnya dalah kira sebesar setengah dosis
metilfenidat, berkisar antara 10-20 mg/jam
- Magnesium
pemolin : dianjurkan untuk memberikan dosis awal sebesar 18,75 mg, untuk
selanjutnya dinaikan dengan setengah tablet/minggu. Akan dibutuhkan waktu
selama 3-4 minggu untuk menetapkan keefektifan obat tersebut. Efek samping
dari obat tersebut adalah berpengaruh terhadap fungsi hati, kegugupan
serta kejutan otot yang meningkat.
- Fenotiazin
: dapat menurunkan tingkah laku motorik anak yang bersangkutan, efek
samping : perasaan mengantuk, iritabilitas serta distonia.
Secara umum efek samping dari pemakaian
obat-obatan tersebut diatas adalah anoreksia dan penurunan berat badan,
nyeri perut bagian atas serta sukar tidur, anak akan mudah menangis serta peka
terhadap celaan ataupun hukuman, detak jantung yang meningkat serta penekanan
pertumbuhan. Jika terjadi hal demikian maka pengurangan dosis atau penghentian
pengguanaan obat-obatan perlu dihentikan.
2.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.1. Pengkajian
1.
Kaji riwayat keluarga melalui wawancara atau genogram
·
Tanyakan kepada orang tua mengenai riwayat kesehatan anak terdahulu, apakah
anak pernah mengalami trauma ( cedera atau jatuh), bagaimana dengan proses
kelahirannya, tanyakan tentang asupan nutrisi yang di berikan kepada anak.
·
Tanyakan kepada orang tua/keluarga apakah ada anggota keluarga lain yang
menderita gangguan pusat perhatian atau gangguan mental yang lain.
2.
Kaji riwayat perilaku anak
·
Tanyakan kepada orang tua anak mengenai aktivitas anaknya ; apakah gesit,
aktif, banyak menuntut, mempunyai tanggapan-tanggapan yang mendalam dan kuat,
apakah mengalami kesulitan dalam hal makan dan tidur.
·
Tanyakan kepada orang tua apakah pertumbuhan dan perkembangan anaknya
normal seperti : berdiri, berjalan, berbicara dan kemampuan kognitif lainnya
sesuai dengan tingkat usianya.
·
Kaji riwayat perkembangan anak serta laporan guru mereka tentang
permasalahan-permasalahan akademis serta tingkah laku didalam kelas.
3. Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik yang biasanya ditemukan pada anak
dengan gangguan hiperaktif mencakup
·
Rambut yang halus
·
Telinga yang salah bentuk
·
Lipatan-lipatan epikantus
·
Langit-langit yang melengkung tinggi serta
·
Kerutan-kerutan telapak tangan yang hanya tunggal saja
·
Terdapat gangguan keseimbangan, astereognosis, disdiadokhokinesis serta
permasalahan-permasalahan di dalam koordinasi motorik yang halus.
2.2. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan
dengan disabilitas perkembangan (hiperaktivitas).
2. Perubahan proses pikir berhubungan
dengan gangguan kepribadian.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang
tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
4. Resiko cedera berhubungan dengan
psikologis (orientasi tidak efektif)
5. Resiko keterlambatan perkembangan
berhubungan dengan. penyakit mental (hiperaktivitas), kurang konsentrasi.
2.3. Intrervensi keperawatan
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan disabilitas
perkembangan (hiperaktivitas).
Tujuan : Pasien mampu menunjukan interaksi social yang baik.
kriteria hasil :
1.
Menunjukan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi
social
2.
Mendapatakan atau meningkatkan ketrampilan interaksi social (misalnya:
kedekatan, kerja sama, sensitivitas dan sebagainya).
3.
Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain
Indicator skala :
1. Tidak
ada
4. Banyak
2.
Terbatas
5. Luas
3. Sedang
Intervensi :
1.
Kaji pola interaksi antara pasien dan orang lain
2.
Anjurkan pasien untuk bersikap jujur dalam berinteraksi dengan orang lain
dan menghargai hak orang lain.
3.
Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.
4.
Bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
5.
Berikan umpan balik yang positif jika pasien dapat berinteraksi dengan
orang lain.
2. Perubahan proses pikir berhubungan
dengan gangguan kepribadian.
Tujuan : Pasien dapat berkonsentrasi secara penuh
terhadap obyek atau benda- benda disekitarnya
Kriteria Hasil :
1.
Menunjukan proses pikir yang logis, terorganisasi.
2.
Tidak mudah terganggu / focus terhadap sesuatu
3.
Berespon dengan baik terhadap stimulus.
Indikator skala :
1. Tidak
pernah
4. Sering
2.
Jarang
5. Konsisten
3. Kadang-kadang
Intervensi :
1.
Berikan pada anak yang membutuhkan ketrampilan dan perhatian
2.
Kurangi stimulus yang berlebihan terhadap orang-orang dan lingkungan dan
orang/bebda-benda disekitarnya.
3.
Berikan umpan balik yang positif dan perilaku yang sesuai.
4.
Bantu anak untuk mengidentifikasikan benda-benda disekitarnya seperti,
memberikan permainan-permainan yang dapat merangsang pusat konsentrasi.
5.
Kolaborasi medis dalam pemberian terapi obat stimulan untuk anak dengan
gangguan pusat konsentrasi.
3. Resiko perubahan peran menjadi orang
tua berhubungan dengan anak dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas.
Tujuan : Orang tua mampu menghadapi kemungkinan resiko
yang terjadi terhadap anak dengan hiperaktivitas.
Kriteria Hasil :
1.
Mempunyai harapan peran orang tua yang realistis
2.
Mengidentifikasi factor-faktor resiko dirinya yang dapat mengarah menjadi
orang tua yang tidak efektif.
3.
Mengungkapkan dengan kata-kata sifat positif dari anak.
Indikator skala :
1. Tidak sama
sekali
4. Kuat
2. sedikit
5. Adekuat total
3. Sedang
Intervensi :
1.
Berikan informasi kepada orang tua tentang bagaimana cara mengatasi
perilaku anak yang hiperaktif.
2.
Ajarkan pada orang tua tentang tahapan penting perkembangan normal dan perilaku
anak.
3.
Bantu orang tua dalam mengimplementasikan program perilaku anak yang
positif.
4.
Bantu keluarga dalam membuat perubahan dalam lingkungan rumah yang dapat
menurunkan perilaku negative anak.